Imigran-imigran yang datang ke Jerman terdiri dari berbagai macam etnis
yang berasal dari berbagai negara. Salah satu kelompok etnis yang datang ke
Jerman sebagai imigran adalah etnis Turki. Etnis Turki di Jerman memegang
posisi yang penting di mana mereka adalah kelompok imigran dengan jumlah
populasi terbesar di Jerman, dan karenanya, keberadaannya mempengaruhi
kehidupan masyarakat di Jerman. Dibandingkan dengan imigran yang berasal dari
etnis lain, imigran etnis Turki mendapat sorotan yang cukup tinggi di Jerman
karena perbedaan fisik, budaya dan bahasa yang mereka miliki. Keadaan ini
bahkan menjurus kepada tindakan diskriminasi terhadap etnis minoritas Turki.
Keberadaan etnis Turki di Jerman pada awalnya didorong oleh dua hal,
yakni adanya economic boom dan
kondisi domestik di negara Turki pada era 1980-an. Imigran etnis Turki yang ada
di Jerman hingga saat ini pada mulanya datang dengan dua macam latar belakang;
pertama sebagai guestworkers, dan
yang kedua sebagai pengungsi dan pencari suaka. Imigran etnis Turki datang ke
Jerman sebagai guestworkers sejak
tahun 1961. Sebelumnya, antara tahun 1950-an dan 1960-an, Jerman (Jerman Barat)
mengalami periode economic boom dan
membutuhkan banyak tenaga kerja untuk menunjang kemajuan industri yang pesat.
Oleh karena itu Jerman kemudian merekrut para pekerja tamu dari luar negeri.
Pada awalnya, Jerman
(Barat) hanya merekrut guestworkers
dari negara-negara di wilayah Eropa, terutama dari Jerman Timur. Namun ketika
Tembok Berlin dibangun dan arus imigran dari Jerman Timur menurun drastis pada
tahun 1961, Jerman membutuhkan lebih banyak pekerja, dan jalan yang ditempuh
pada saat itu adalah merekrut pekerja dari negara-negara Mediterania (salah
satunya
Italia)[1]. Di
sisi lain, di Turki, negara dengan populasi penduduk yang tinggi, tingkat
penganggurannya justru meningkat dan penduduk Turki membutuhkan pekerjaan.
Karena itu, dengan negosiasi antara pemerintah Turki dengan Departemen Hubungan
Luar Negeri Jerman (German Department of Foreign Affairs), pada tahun 1961,
kesepakatan mengenai kerjasama perekrutan guestworkers
dari Turki pun dicapai[2].\
Diskriminasi terhadap Etnis turki
negara-negara Eropa lainnya, terutama terkait dengan isu terorisme dan
indikasi islamofobia.
Para imigran dirasa
menguntungkan karena pergerakan demokratisasi di negara Jerman terbentuk juga
dari pengaruh imigran. Sisi merugikan yang dirasa adalah para imigran yang
tidak mau melebur dengan penduduk asli. Alasan kedua inilah yang menyebabkan
timbulnya diskriminasi yang terjadi. Dalam bidang ekonomi diskriminasi yang dialami oleh etnis minoritas
Turki terkait dengan kesempatan kerja dan edukasi sebagai salah satu penunjang
dalam mendapatkan pekerjaan. Beberapa orang etnis Turki yang berhasil
mendapatkan kewarganegaraan Jerman memang telah mampu bergerak menuju jenjang
politik dan ekonomi yang lebih baik, namun secara kelompok, etnis minoritas
Turki masih tidak diuntungkan secara ekonomi dan masih terus dipekerjakan di
sektor pekerjaan bergaji rendah.
Diskriminasi sosial dan budaya pada etnis minoritas Turki secara umum terjadi
dalam bentuk pembatasan budaya seperti diskriminasi sosial secara informal
serta keluhan mengenai praktek keagamaan Islam
Asal mula adanya etnis Turki di Jerman adalah
sebagai imigran, maka etnis Turki mendapatkan perlakuan yang berbeda dari warga
asli Jerman. Diskriminasi ini terlihat dari perlakuan birokrasi yang
mengesampingkan etnis Turki ini. Secara politik, etnis Turki juga kesulitan
untuk memperoleh kewarganegaraan. Adanya hambatan terhadap perolehan
kewarganegaraan serta adanya pertentangan dari pihak ekstrim kanan di Jerman
membuat etnis Turki termarginalisasi dibidang politik. Hal ini dibuktikan
dengan adanya syarat yang harus dipenuhi jika ingin menjadi warga negara Jerman
adalah harus dapat membiayai hidup sendiri,
sudah tinggal delapan tahun di Jerman, menguasai bahasa Jerman dan melewati
ujian kewarganegaraan, yang isinya antara lain pertanyaan menyangkut peraturan
hukum dan masyarakat Jerman[3].
Hal ini bisa
menyebabkan
orang-orang yang sebenarnya berminat mengurungkan niat untuk menjadi warga
negara Jerman.
Etnis
Turki jika dilihat secara kelompok masih belum menguasai bahasa Jerman yang
baku serta belum dapat membiayai hidup sendiri, juga belum mengertinya budaya
peraturan hukum dan masyarakat Jerman. Hal ini sulit dicapai karena etnis Turki
tidak menginginkan budaya negara asalnya hilang begitu saja dan harus
menggunakan bahasa Jerman dalam kehidupannya sehari-hari. Beberapa
orang etnis Turki berhasil mendapatkan kewarganegaraan Jerman telah mampu
bergerak menuju jenjang politik dengan baik yakni
Nese Kasirga seseorang yang berkeinginan dan berhasil menjadi warga negara
Jerman
dengan tujuan untuk sama rata di bidang hokum dengan memiliki kewarganegaraan
Jerman. Dia berkeinginan menjadi warga negara Jerman karena ia telah tinggal di
Jerman dan berkeinginan untuk menetap walau harus menghilangkan kewarganegaraan
Turki yang telah ia miliki sebelumnya.
Dari
sekian banyak etnis Turki yang berada di Jerman namun hanya
sekitar 500 ribu di antara mereka yang sudah diterima menjadi warga negara
Jerman. Situasi ini membuat anak-anak para imigran yang gagal menjadi warga
Jerman tak punya pijakan. Mereka lahir tanpa ikatan budaya ataupun bahasa
dengan Turki, tapi mereka pun bukan Jerman. Kesempatan bagi mereka untuk
berusaha di negara itu sangat sempit. Sebagian malah tak diizinkan belajar di
universitas. Lantaran tak ada insentif untuk menjadi bagian dari komunitas
Jerman, para orang tua Turki ini menolak belajar bahasa Jerman. Menurut riset
tersebut, mereka juga menjadi sangat religius, jauh lebih taat daripada
penganut Islam di tanah leluhurnya.
Etnis minoritas Turki yang ada di Jerman
sebagian besar berada
di daerah urban yakni di Berlin dan Frankfort.
Mayoritas imigran etnis Turki adalah
muslim. Identitas keagamaan mereka
inilah yang mendasari budaya dan gaya hidup mereka berbeda. Warga Jerman
sendiri beragama Kristen, hal ini sering memicu terjadinya perselisihan bahkan
adanya islamphobia di negara tersebut. Terjadinya perbedaan agama, secara fisik
pun mereka berbeda, masyarakat Jerman cenderung lebih putih. Perbedaan yang
mencolok ini membuat etnis Turki mendapatkan diskriminasi, bahkan kekerasan
dari masyarakat.
Dibidang social budaya terlihat jelas dari terjadinya
diskriminasi agama dan adanya larangan bahasa Turki digunakan dalam majelis
umum. Secara budaya, perbedaan antara etnis Turki dan warga asal sangat
berbeda. Turki merupakan negara yang notabene pertemuan dua budaya yakni budaya
timur dan budaya barat sehingga dalam bahasa, agama serta tampilan fisik antara
etnis Turki dan warga Jerman berbeda. Bahasa yang digunakan oleh etnis Turki
sedikit serapan dari inggris dan arab, sedangkan bahasa Jerman serapannya dari
inggris, namun berbeda jauh dari cara membaca dan penulisannya. Dari segi
bahasa saja, adanya pelarangan menggunakan bahasa asli Turki oleh pemerintahan
Jerman agar proses multikultur di Jerman berjalan, namun etnis Turki menolak
karena dianggap tidak menghargai bahasa ibu dan melecehkan etnis Turki. Hal ini
ditanggapi oleh PM Turki yakni Recep Tayyip Erdogan, dengan dibukanya kursus
bahasa Turki di Jerman dimana kegiatan ini memudahkan turunan Turki di Jerman
memahami bahasa ibu mereka.
SUMBER
·
Henrike Hochmuth, Turks
in Germany. Turkish weekly.net diakses dari http://www.turkishweekly.net/article/146/turks-in-germany.html diterbikan 29 januari 2004. Diakses pada
tanggal 29 Maret 2014
·
Germans and Gastarbeiter:
A Study of Prejudice. Syracuse University diakses dari http://surface.syr.edu/ant_etd/71/ diterbitkan
pada tanggal 23 Noveber 2006. Diakses pada tanggal 29 Maret 2014
·
Vidi Legowo, Bangga dengan Paspor
Jerman?, DW diakses dari
http://www.dw.de/bangga-dengan-paspor-jerman/a-15273313-1
diterbitkan pada tanggal 28 Juli 2011. Diakses pada tanggal 29 Maret 2014
·
Tersebab Tak Bicara Jerman,Tempo diakses
dari http://majalah.tempo.co/konten/2010/10/25/ITR/134901/Tersebab-Tak-Bicara-Jerman/35/39 diterbitkan
pada tanggal 25 Oktober 2010. Diakses pada tanggal 30 Maret 2014
·
Assessment for Turks in
Germany, University of Maryland diakses dari http://www.cidcm.umd.edu/mar/assessment.asp?groupId=25501 diterbitkan
pada tanggal 31 Desember 2006. Diakses pada 30Maret 2014
·
Hendra, Islamophobia
Terjadi di Jerman diakses dari http://www.dakwatuna.com/2009/07/10/3032/muslimah-ditikam-di-pengadilan-jerman/#axzz2xb9fPEPo diterbitkan
pada tanggal 10 Juli 2009. Dikases pada tanggal 30 Maret 2014
·
Tantangan
Bagi Muslim Pendatang Di Tanah Jerman, Suara Media. Diakses dari http://www.suaramedia.com/dunia-islam/2010/01/28/tantangan-bagi-muslim-pendatang-di-tanah-jerman diterbitkan
pada tanggal 29 Januari 2010. Diakses pada tanggal 30 Maret 2014
·
Anna Reiman. No
Obama for Deutschland: Ethnic Minorities Still Overlooked in German Politics . Spiegel Online International diakses
dari http://www.spiegel.de/international/germany/no-obama-for-deutschland-ethnic-minorities-still-overlooked-in-german-politics-a-646733.html diterbitkan
pada tanggal 4 September 2009. Diakses pada tanggal 30 Maret 2014.
0 comments:
Posting Komentar