Kamis, 21 Agustus 2014

Imigran-imigran yang datang ke Jerman terdiri dari berbagai macam etnis yang berasal dari berbagai negara. Salah satu kelompok etnis yang datang ke Jerman sebagai imigran adalah etnis Turki. Etnis Turki di Jerman memegang posisi yang penting di mana mereka adalah kelompok imigran dengan jumlah populasi terbesar di Jerman, dan karenanya, keberadaannya mempengaruhi kehidupan masyarakat di Jerman. Dibandingkan dengan imigran yang berasal dari etnis lain, imigran etnis Turki mendapat sorotan yang cukup tinggi di Jerman karena perbedaan fisik, budaya dan bahasa yang mereka miliki. Keadaan ini bahkan menjurus kepada tindakan diskriminasi terhadap etnis minoritas Turki.
Keberadaan etnis Turki di Jerman pada awalnya didorong oleh dua hal, yakni adanya economic boom dan kondisi domestik di negara Turki pada era 1980-an. Imigran etnis Turki yang ada di Jerman hingga saat ini pada mulanya datang dengan dua macam latar belakang; pertama sebagai guestworkers, dan yang kedua sebagai pengungsi dan pencari suaka. Imigran etnis Turki datang ke Jerman sebagai guestworkers sejak tahun 1961. Sebelumnya, antara tahun 1950-an dan 1960-an, Jerman (Jerman Barat) mengalami periode economic boom dan membutuhkan banyak tenaga kerja untuk menunjang kemajuan industri yang pesat. Oleh karena itu Jerman kemudian merekrut para pekerja tamu dari luar negeri.
Pada awalnya, Jerman (Barat) hanya merekrut guestworkers dari negara-negara di wilayah Eropa, terutama dari Jerman Timur. Namun ketika Tembok Berlin dibangun dan arus imigran dari Jerman Timur menurun drastis pada tahun 1961, Jerman membutuhkan lebih banyak pekerja, dan jalan yang ditempuh pada saat itu adalah merekrut pekerja dari negara-negara Mediterania (salah satunya
Italia)[1]. Di sisi lain, di Turki, negara dengan populasi penduduk yang tinggi, tingkat penganggurannya justru meningkat dan penduduk Turki membutuhkan pekerjaan. Karena itu, dengan negosiasi antara pemerintah Turki dengan Departemen Hubungan Luar Negeri Jerman (German Department of Foreign Affairs), pada tahun 1961, kesepakatan mengenai kerjasama perekrutan guestworkers dari Turki pun dicapai[2].\

Diskriminasi terhadap Etnis turki

Di Jerman, populasi etnis Turki digolongkan dalam etnis minoritas. Hal ini disebabkan karena dua hal. Pertama, etnis Turki di Jerman adalah “kelompok pendatang” yang berasal dari para imigran berkebangsaan Turki yang datang ke Jerman untuk bekerja sebagai pekerja tamu maupun imigran yang datang sebagai pengungsi dan pencari suaka. Meskipun mereka datang dalam jumlah besar, mereka tetap merupakan orang asing bagi warga Jerman. Kedua, mereka dikategorikan berdasarkan etnisitas karena secara fisik, budaya, bahasa dan juga agama, etnis Turki memiliki perbedaan yang mencolok dengan mayoritas warga Jerman. Etnis Turki memiliki penampakan fisik yang berbeda dengan orang Eropa Barat pada umumnya dan Jerman pada khususnya. Hal ini membuat mereka mudah dikenali perbedaannya di antara orang-orang Jerman. Selain itu budaya Turki yang mereka bawa juga kontras dengan budaya Jerman. Etnis Turki di Jerman juga lebih banyak menggunakan bahasa Turki daripada Jerman. Bahkan masih banyak dari mereka yang tidak bisa berbahasa Jerman, yang menyulitkan mereka ketika harus berinteraksi dengan komunitas Jerman. Perbedaan agama kemudian juga menjadi faktor yang paling membedakan etnis minoritas Turki dengan mayoritas warga Jerman. Etnis minoritas Turki identik dengan agama Islam, karena memang populasi Muslim terbesar di Jerman adalah populasi etnis Turki ,dan populasi Muslim ini telah menjadi isu tersendiri di Jerman maupun
negara-negara Eropa lainnya, terutama terkait dengan isu terorisme dan indikasi islamofobia.
Para imigran dirasa menguntungkan karena pergerakan demokratisasi di negara Jerman terbentuk juga dari pengaruh imigran. Sisi merugikan yang dirasa adalah para imigran yang tidak mau melebur dengan penduduk asli. Alasan kedua inilah yang menyebabkan timbulnya diskriminasi yang terjadi. Dalam bidang ekonomi diskriminasi yang dialami oleh etnis minoritas Turki terkait dengan kesempatan kerja dan edukasi sebagai salah satu penunjang dalam mendapatkan pekerjaan. Beberapa orang etnis Turki yang berhasil mendapatkan kewarganegaraan Jerman memang telah mampu bergerak menuju jenjang politik dan ekonomi yang lebih baik, namun secara kelompok, etnis minoritas Turki masih tidak diuntungkan secara ekonomi dan masih terus dipekerjakan di sektor pekerjaan bergaji rendah. Diskriminasi sosial dan budaya pada etnis minoritas Turki secara umum terjadi dalam bentuk pembatasan budaya seperti diskriminasi sosial secara informal serta keluhan mengenai praktek keagamaan Islam
Asal mula adanya etnis Turki di Jerman adalah sebagai imigran, maka etnis Turki mendapatkan perlakuan yang berbeda dari warga asli Jerman. Diskriminasi ini terlihat dari perlakuan birokrasi yang mengesampingkan etnis Turki ini. Secara politik, etnis Turki juga kesulitan untuk memperoleh kewarganegaraan. Adanya hambatan terhadap perolehan kewarganegaraan serta adanya pertentangan dari pihak ekstrim kanan di Jerman membuat etnis Turki termarginalisasi dibidang politik. Hal ini dibuktikan dengan adanya syarat yang harus dipenuhi jika ingin menjadi warga negara Jerman adalah harus dapat membiayai hidup sendiri, sudah tinggal delapan tahun di Jerman, menguasai bahasa Jerman dan melewati ujian kewarganegaraan, yang isinya antara lain pertanyaan menyangkut peraturan hukum dan masyarakat Jerman[3]. Hal ini  bisa
menyebabkan orang-orang yang sebenarnya berminat mengurungkan niat untuk menjadi warga negara Jerman.
Etnis Turki jika dilihat secara kelompok masih belum menguasai bahasa Jerman yang baku serta belum dapat membiayai hidup sendiri, juga belum mengertinya budaya peraturan hukum dan masyarakat Jerman. Hal ini sulit dicapai karena etnis Turki tidak menginginkan budaya negara asalnya hilang begitu saja dan harus menggunakan bahasa Jerman dalam kehidupannya sehari-hari. Beberapa orang etnis Turki berhasil mendapatkan kewarganegaraan Jerman telah mampu bergerak menuju jenjang politik dengan baik yakni Nese Kasirga seseorang yang berkeinginan dan berhasil menjadi warga negara Jerman dengan tujuan untuk sama rata di bidang hokum dengan memiliki kewarganegaraan Jerman. Dia berkeinginan menjadi warga negara Jerman karena ia telah tinggal di Jerman dan berkeinginan untuk menetap walau harus menghilangkan kewarganegaraan Turki yang telah ia miliki sebelumnya.
Dari sekian banyak etnis Turki yang berada di Jerman namun hanya sekitar 500 ribu di antara mereka yang sudah diterima menjadi warga negara Jerman. Situasi ini membuat anak-anak para imigran yang gagal menjadi warga Jerman tak punya pijakan. Mereka lahir tanpa ikatan budaya ataupun bahasa dengan Turki, tapi mereka pun bukan Jerman. Kesempatan bagi mereka untuk berusaha di negara itu sangat sempit. Sebagian malah tak diizinkan belajar di universitas. Lantaran tak ada insentif untuk menjadi bagian dari komunitas Jerman, para orang tua Turki ini menolak belajar bahasa Jerman. Menurut riset tersebut, mereka juga menjadi sangat religius, jauh lebih taat daripada penganut Islam di tanah leluhurnya.
Etnis minoritas Turki yang ada di Jerman sebagian besar berada di daerah urban yakni di Berlin dan Frankfort. Mayoritas imigran etnis Turki adalah
muslim. Identitas keagamaan mereka inilah yang mendasari budaya dan gaya hidup mereka berbeda. Warga Jerman sendiri beragama Kristen, hal ini sering memicu terjadinya perselisihan bahkan adanya islamphobia di negara tersebut. Terjadinya perbedaan agama, secara fisik pun mereka berbeda, masyarakat Jerman cenderung lebih putih. Perbedaan yang mencolok ini membuat etnis Turki mendapatkan diskriminasi, bahkan kekerasan dari masyarakat.
Dibidang social budaya terlihat jelas dari terjadinya diskriminasi agama dan adanya larangan bahasa Turki digunakan dalam majelis umum. Secara budaya, perbedaan antara etnis Turki dan warga asal sangat berbeda. Turki merupakan negara yang notabene pertemuan dua budaya yakni budaya timur dan budaya barat sehingga dalam bahasa, agama serta tampilan fisik antara etnis Turki dan warga Jerman berbeda. Bahasa yang digunakan oleh etnis Turki sedikit serapan dari inggris dan arab, sedangkan bahasa Jerman serapannya dari inggris, namun berbeda jauh dari cara membaca dan penulisannya. Dari segi bahasa saja, adanya pelarangan menggunakan bahasa asli Turki oleh pemerintahan Jerman agar proses multikultur di Jerman berjalan, namun etnis Turki menolak karena dianggap tidak menghargai bahasa ibu dan melecehkan etnis Turki. Hal ini ditanggapi oleh PM Turki yakni Recep Tayyip Erdogan, dengan dibukanya kursus bahasa Turki di Jerman dimana kegiatan ini memudahkan turunan Turki di Jerman memahami bahasa ibu mereka.

 
SUMBER
 
·         Henrike Hochmuth, Turks in Germany. Turkish weekly.net diakses dari http://www.turkishweekly.net/article/146/turks-in-germany.html diterbikan 29 januari 2004. Diakses pada tanggal 29 Maret 2014
·         Germans and Gastarbeiter: A Study of Prejudice. Syracuse University diakses dari http://surface.syr.edu/ant_etd/71/ diterbitkan pada tanggal 23 Noveber 2006. Diakses pada tanggal 29 Maret 2014
·         Vidi Legowo, Bangga dengan Paspor Jerman?, DW diakses dari http://www.dw.de/bangga-dengan-paspor-jerman/a-15273313-1 diterbitkan pada tanggal 28 Juli 2011. Diakses pada tanggal 29 Maret 2014
·         Tersebab Tak Bicara Jerman,Tempo diakses dari http://majalah.tempo.co/konten/2010/10/25/ITR/134901/Tersebab-Tak-Bicara-Jerman/35/39 diterbitkan pada tanggal 25 Oktober 2010. Diakses pada tanggal 30 Maret 2014
·         Assessment for Turks in Germany, University of Maryland diakses dari http://www.cidcm.umd.edu/mar/assessment.asp?groupId=25501 diterbitkan pada tanggal 31 Desember 2006. Diakses pada 30Maret 2014
·         Hendra, Islamophobia Terjadi di Jerman diakses dari http://www.dakwatuna.com/2009/07/10/3032/muslimah-ditikam-di-pengadilan-jerman/#axzz2xb9fPEPo diterbitkan pada tanggal 10 Juli 2009. Dikases pada tanggal 30 Maret 2014
·         Tantangan Bagi Muslim Pendatang Di Tanah Jerman, Suara Media. Diakses dari http://www.suaramedia.com/dunia-islam/2010/01/28/tantangan-bagi-muslim-pendatang-di-tanah-jerman diterbitkan pada tanggal 29 Januari 2010. Diakses pada tanggal 30 Maret 2014
·         Anna Reiman. No Obama for Deutschland: Ethnic Minorities Still Overlooked in German Politics . Spiegel Online International diakses dari http://www.spiegel.de/international/germany/no-obama-for-deutschland-ethnic-minorities-still-overlooked-in-german-politics-a-646733.html diterbitkan pada tanggal 4 September 2009. Diakses pada tanggal 30 Maret 2014.


0 comments:

Posting Komentar

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!