Studi hubungan internasional mendalami
begitu banyak kajian didalamnya, salah satunya adalah diplomasi.
Diplomasi itu sendiri sering dikaitkan dengan megosiasi yang melibatkan
lebih dari satu aktor didalamnya. Mengawali pembahasan kali ini,
definisi dari diplomasi begitu beragam salah satunya dari Webster’s New World Dictionary of the American Languange (1966)
yang dikutip oleh Tran (1987) bahwa diplomasi merupakan aktivitas yang
dilakukan antar bangsa seperti halnya membuat perjanjian maupun
kemampuan dalam berurusan dengan orang lain. Berdasarkan pengertian
tersebut sangat jelas bila diplomasi menjadi salah satu kajian hubungan
internasional, karena di dalam studi hubungan internasional itu sendiri
menuntut akan adanya suatu interaksi antar bangsa ataupun negara. Bagi
negara manapun, tujuan utama diplomasinya adalah pengamanan kebebasan
politik dan integritas teritorialnya (Roy 1995, 6).
Muncul adanya kata diplomasi
berasal dari kata ‘diploma’ yang merupakan dokumen resmi negara dan
kemudian muncul pula kata ‘diplomat’ pada akhir abad 18, dimana diplomat
ini sebelumnya disebut sebagai ‘messenger’ atau yang dikenal
saat ini sebagai ‘negosiator’ (Tran 1987, 1). Sangat rancu apabila kita
mengatakan secara paten kapan diplomasi pertama kali muncul, karena
setelah mengerti definsi dari diplomasi itu sendiri dapat dimengerti
bahwa diplomasi maupun negosiasi dilakukan sejak manusia memulai
kehidupan berkelompok (Roy 1995, 49). Kemudian bila kita kaitkan dengan
studi hubungan internasional, maka diplomasi itu sendiri mulai menjadi
kakjian didalamnya sejak berakhrinya perang dingin dimana sejak itu
mulai muncul niat dari seluruh dunia untuk menciptakan sistem dunia yang
damai dan kooperatif.
Diplomasi tidak pernah luput
dengan adanya komunikasi, karena keduanya memiliki hubungan yang sangat
erat untuk menunjang satu sama lain. Bila menurut Briggs (1968) yang
dicantum oleh Tran (1987), peran sebagai diplomat terdiri dari representing, reporting, negotiating dimana
ketiga hal tersebut penting dalam memelihara komunikasi. Karena
hubungan komunikasi dengan diplomasi layaknya darah pada manusia, ketika
komunikasi terhenti maka tubuh dari politik internasional maupun proses
diplomasi didalamnya akan mati dan pada akhirnya menimbulkan konflik
kekerasan (Tran 1987, 8).
Politik luar negeri juga
menjadi kajian yang krusial dalam hubungan internasional karena
didalamnya sangat menentukan bagaimana setiap kebijakan maupun sikap
yang diambil oleh setiap negara dalam mencapai kepentingan nasionalnya.
Menurut pandangan penulis, politik luar negeri itu sendiri merupakan
strategi ataupun taktik yang digunakan oleh tiap negara dalam menjalin
hubungannya dengan negara lain dan dilatarbelakangi oleh setiap ideologi
dari negara tersebut. Diplomasi sangat memegang peranan penting dalam
politik luar negeri suatu negara, menurut Tran (1987) diplomasi
merupakan taktik dan politik luar negeri merupakan strategi, sehingga
keduanya saling berhubungan satu sama lain. Sehingga dengan kata lain,
akibat diplomasi saling berkaitan dengan politik luar negeri maka
diplomasi itu sendiri tidak akan pernah statis tetapi sejalan dengan
setiap perubahan politik luar negeri yang digunakan oleh tiap negara.
SUMBER:
Roy, S. Lal. 1995. Diplomasi. Edisi pertama. Diterjemahkan oleh Harwanto dan Mirsawati. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Tran, Van Dinh. 1987. Communication And Diplomacy In A Changing World. Norwood, NJ: Ablex
0 comments:
Posting Komentar